Owaranai Suffering (Chapter 6) A GureShin Fanfiction





Another little longer chapter with 5.7K words. Enjoy!


Note: ilustrasi GureShin untuk chapter 6 bisa dilihat di blog hallomina atau twitter ninee_daa, ok?




Matahari baru saja tenggelam setengah jam yang lalu, keenam orang [Guren, Shinya, Goshi, Mito, Sayuri dan Shigure] yang ditugaskan Kureto untuk menyusup ke Sekte Hyakuya demi menangkap kembali salah satu pengkhianat kerajaan Mikado no Oni, yaitu Ferid Bathory telah bersiaga di kediaman Hiiragi. Mereka semua tengah mempersiapkan strategi yang akan digunakan di sana.


Sementara itu di ruangan yang berbeda, Kureto dan Shinya sedang membicarakan hal lain yang tidak boleh diketahui oleh Guren dan timnya. Di hadapan Kureto, Shinya tengah sibuk memasukkan peluru ke dalam senjata apinya. Sulung Hiiragi itu merendahkan suaranya agar tidak ada orang lain yang mendengar percakapannya dengan sang adik.


“Aku sungguh berharap besar padamu, Shinya. Di antara mereka semua, kaulah yang paling tahu rupa dari profesor yang menanganimu saat di laboratorium itu, Ferid, dia bahkan membantu ‘kalian’ melarikan diri dari sangkar Hiiragi.”


Shinya menghentikan kegiatannya dengan bayonet kesayangan. Seringaian penuh makna merekah di sudut bibirnya, si surai putih kemudian memandang lurus tepat ke mata Kureto.


“Aku tidak pernah berkata untuk menurutimu, Nii-san. Kalau kau hendak menyuruh, carilah orang lain. Kesetiaanku pada Hiiragi sudah berakhir sejak 5 tahun yang lalu.”


“........”


Senyuman palsu yang Shinya pelajari saat menjadi anjing Hiiragi pun ia tampilkan kembali di hadapan sang kakak, senyuman yang seolah punya segudang rencana licik dan meremehkan lawan.


“Di samping, aku juga punya kepentingan lain dalam misi ini. Terima kasih sudah repot-repot mengatur waktu sehingga aku tidak perlu berhadapan dengan matahari, Kureto-nii memang yang paling mengerti kelemahan adiknya.”


Dengan begitu Shinya pun berdiri dan mulai melangkahkan kakinya menjauhi Kureto keluar dari ruangan itu, memilih bergabung dengan Guren dan yang lainnya.


Kureto menanggapinya dengan bersidekap dada.


“Ha, lalu akan kubuat kau membuka mulut bagaimanapun caranya, Shinya.”


............


“...Semuanya jangan sampai lengah, tapi ingatlah untuk mengutamakan keselamatan kalian. Misi yang kita hadapi kali ini tidak boleh diremehkan, apalagi kita akan masuk ke dalam sarang Sekte Hyakuya.”


Guren memberikan arahan kepada rekan yang baru ditemuinya. Sementara itu Jujou Mito, gadis dengan surai berwarna merah menyala berbisik kepada Goshi Norito, pemuda dengan cerutu dalam genggamannya. Kedua orang ini memang sudah saling mengenal sebelumnya, meskipun mereka berdua tidak terlalu dekat.


“Jadi dia itu Ichinose Guren, raja yang baru diangkat oleh Mikado no Tsuki, pihak yang menentang Hiiragi 5 tahun lalu?”


Goshi yang berdiri di samping Mito pun melirik sebentar untuk melihat ekspresi penasaran wanita itu.


Yeah, bukankah arahan yang diberikannya terdengar bagus?”


“Tapi kenapa Tuan Kureto mau bekerja sama dengannya? Apa beliau tidak takut dikhianati?”


“Kupikir itu semua cerita lama. Lagipula kita tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran Tuan Kureto, mungkin beliau sedang merencanakan sesuatu? Dan yang lebih penting lagi...”


Goshi, sempat menghisap rokok dari cerutunya kemudian menghembuskan asapnya ke udara, tersenyum menggoda Mito dengan kedua alis yang dinaik-turunkan. “Bukankah si Ichinose itu cukup tampan?”


Spontan saja Mito langsung menendang tulang kering Goshi, wajahnya tidak beda jauh dengan warna rambutnya yang merah terbakar.


“Bodoh.”


Dan teriakan membahana menggema dari mulut Goshi kemudian.


Whoa, sepertinya kalian bersemangat sekali ya? Yeah meskipun sebagian besar dari kita baru mengenal satu sama lain, tapi mohon bantuannya semua!”


Shinya yang baru saja muncul di samping Guren langsung mengambil alih pembicaraan dengan sikap yang ceria seperti biasanya.


Mito kembali bergumam lirih di belakang.


“Aku juga baru tahu kalau ada Hiiragi lain yang selama ini menghilang...”


“Pada akhirnya kita tidak mengetahui apa pun tentang Klan inti.”


.


.


Owaranai Suffering

(Chapter 6, Frozen in Your Arms)


Karakter OnS (c) Kagami Takaya, Cerita (c) NysAeri


BxB, Drama, Action, Sci-Fi (maybe)


Warning:


Rating: T+ (jaga-jaga)

Beberapa adegan mungkin agak "asem".


.


.



Membutuhkan waktu satu jam bagi Guren dan yang lainnya untuk sampai di salah satu markas Sekte Hyakuya. Saat ini mereka berenam dibagi menjadi dua kelompok yang menangani tempat yang berbeda. Guren, Mito, dan Shigure akan masuk ke dalam markas sementara Shinya, Goshi, dan Sayuri akan berjaga di luar. 


Bangunan mirip kastil dengan lima lantai tersebut berdiri di tengah-tengah hutan yang rindang. Suasana di sekitar markas Sekte Hyakuya terasa sunyi, tidak ada penjaga di sekitar gerbang masuk maupun di sudut-sudut. Guren sempat curiga kalau ini hanyalah sebuah jebakan yang dibuat salah satu kerajaan musuh untuk menjeratnya beserta teman-teman. Tetapi untuk sementara ia tepis kecurigaan itu dalam pikirannya. 


Secara bergantian Guren menatap Mito dan Shigure, “Kita mulai misinya, selesaikan sampai tengah malam.” kemudian sepasang iris violet itu beralih ke Goshi dan Sayuri, “Aku mengandalkan kalian.”


Dan terakhir, ia menatap tajam Shinya tanpa melontarkan sepatah kata. Sebenarnya Guren tidak ingin melonggarkan pengawasannya terhadap Shinya dan mempercayakan bocah albino itu pada Sayuri dan Goshi. Entah kenapa ia ragu.


Shinya itu seperti permen kapas, banyak orang yang mengincarnya, namun ia rentan dan mudah meleleh.


Merasa kalau tatapan tajam itu meragukan kemampuannya, lantas Shinya terkekeh pelan. “Kekeke, apa kau mengkhawatirkanku, Guren?” senyuman manis merekah kemudian. “Cukup percaya padaku dan semuanya akan baik-baik saja!”


Guren mendengus. Tanpa menggubris pernyataan Shinya, ia mulai berjalan memasuki markas diikuti Mito dan Shigure.


Ya, Shinya itu seperti permen kapas. Manis. Tetapi kau tidak tahu seberapa banyak kemanisan itu akan mengancam hidupmu. Lagipula Guren tidak terlalu suka makanan manis.



.




.


Tidak hanya di bagian luarnya, ruangan di dalam kastil Sekte Hyakuya pun teramat sepi seperti tidak ada penghuni sama sekali. Kecurigaan Guren semakin menguat jika Kureto telah mengelabuinya, ataupun Ferid telah mengetahui kedatangannya. Lagipula jika diingat-ingat, Kureto pernah bilang kalau informasi mengenai keberadaan Ferid ia dapatkan secara cuma-cuma. Kemungkinan besar seluruh misi ini adalah jebakan.


Guren yang sedari tadi berjalan di depan tiba-tiba menghentikan langkahnya.


"Oi, Juujo Mito. Kenapa kau mau ikut bersama kami pergi ke sini?" Tanya Guren tiba-tiba.


Mendengar nama lengkapnya dipanggil, Mito ikut berhenti. Pandangannya jatuh ke punggung pemimpin sementara dalam misinya kali ini, Ichinose Guren. Sosoknya tidak terlalu jelas di tengah ruangan yang temaram.


"Ini perintah tuan Kureto, tentu saja." Balasnya cuek. Apa-apaan itu? Apakah Mito sedang dicurigai sekarang?


"Justru itu, aku hanya memastikan kalau Kureto tidak sedang menipuku."


"A-apa? Mana mungkin. Yang ada kau! Klan Ichinose telah mengkhianati Hiiragi, klan inti. Kalau bukan karena kesetiaan klan Juujo pada Hiiragi, aku juga tidak mau bekerja sama denganmu."


"Aku tahu."


Guren pun akhirnya berbalik menghadap Mito, menyeringai. Sementara gadis itu memalingkan wajahnya tidak suka.


"Di satu sisi, aku juga menyayangkan pembelotan yang dilakukan ayahku, Ichinose Sakae. Tapi di sisi lain, aku pun mungkin akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi ayah. Di saat klan inti memanfaatkan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, dan menyerukan peperangan. Sebagai klan Ichinose, aku juga akan melakukan hal yang sama seperti ayah."


"Beraninya kau menghina klan inti setelah tuan Kureto mau membantumu?!"


Merasa geram, Mito pun berjalan cepat mendekati Guren dengan mengepalkan tinjunya bersiap untuk memukul pemuda raven. Tetapi ketika kepalan tangan itu akan mengenai wajah Guren, Shigure sudah berada di depannya menjadi tameng sang tuan Ichinose. Gadis yang paling pendek itu menggunakan kunai untuk menghalau tinju Mito.


"Mohon maaf atas kelancangan tuan saya, Mito-sama. Tapi saya tidak akan tinggal diam jika anda melukai Guren-sama." Ujar Shigure dengan wajah tenang. Gadis berambut hitam sepinggang itu kemudian menoleh sebentar ke Guren.


"Mohon maaf atas kelancangan saya, Guren-sama, bukankah lebih baik kita melanjutkan misi kita?"


Jika Shigure sudah sampai menasehatinya, itu artinya ia memang sudah kelewatan. Guren mengacak rambutnya pelan, tersenyum remeh.


"Ah, mungkin aku memang sudah kelewatan. Aku hanya khawatir jika Kureto menjebakku ataupun si Ferid itu yang menjebak kita, kau tahu? Semua kejadian yang terjadi secara tiba-tiba ini membuatku muak."


Guren menurunkan kunai Shigure dan kepalan tinju Mito. Kembali melanjutkan langkahnya di depan.


"Dan lihatlah, kastil ini seperti tidak pernah digunakan lagi. Tidak ada seorang pun di dalam-"


"Guren-sama, ada suara seseorang!"


Shigure dari arah belakang menyela perkataan Guren. Pemuda raven pun menajamkan pendengarannya.


"Penyusup itu telah datang!"


"Gawat, semuanya bersiap di posisi kalian. Ada musuh!"


Benar saja, ruangan temaram yang semula seperti kuburan itu secara tiba-tiba dipenuhi oleh pasukan yang Guren klaim sebagai sekte Hyakuya. Mereka datang dari berbagai arah dan langsung menyerang pasukan Guren yang hanya terdiri dari tiga orang.


Beruntung, di antara pasukan Hyakuya tidak ada yang membawa senjata api. Mereka semua menyerang tim Guren dengan tangan kosong maupun katana.


Klaaaang klaaaang praaang


Suara pedang beradu untuk saling menjatuhkan. Mito dan Shigure sedang bertarung di posisinya masing-masing. Ketika kedua wanita itu sedang terpojok, Guren segera membantunya.


"Kau tahu Juujo, Mikado no Tsuki hanya ingin menegakkan perdamaian di dunia ini. Bagaimanapun caranya, aku akan membuat Hiiragi dan Hyakuya menghentikan perseteruan yang menghabiskan waktu ini…"


Klaaaang klaaaang


"...Makanya ketika kau mau membantu kami, aku mengucapkan banyak terima kasih." Seringai Guren kepada Mito.


Gadis bersurai merah itu kembali memalingkan wajahnya. "Cih. Jangan salah sangka, aku hanya ditugaskan oleh tuan Kureto."


"Ya, ya, aku tahu."


Meskipun lawan mereka banyak, tetapi Guren merasa janggal dengan pasukan yang dikerahkan oleh Sekte Hyakuya kali ini. Mereka semua tampak tidak sehat dan pergerakan yang mereka lakukan terlihat acak. Jadi sebanyak apapun pasukan Hyakuya, dengan tiga orang profesional, mereka semua dapat ditumbangkan dengan mudah.


"Aneh."


Hyaaa bughh


Mito baru saja melumpuhkan salah satu musuhnya menggunakan tinju, secara tiba-tiba ruangan yang semula temaram bahkan hampir gelap gulita kini diterangi oleh puluhan lampu dengan cahaya ultraviolet. Pergerakan musuh secara serentak berhenti, salah satu dari mereka mulai berteriak kesakitan.


"Aaaaaakkhhh"


Tidak berapa lama kemudian, api yang muncul entah dari mana secara perlahan membakar tubuh beberapa orang yang tadi menyerang tim Guren. Kejadian ini sama persis seperti insiden orang terbakar di Stasiun Shinjuku, hanya saja kali ini jumlahnya sangat banyak.


Ruangan tersebut dalam sekejap berubah seperti neraka yang tengah membakar manusia secara massal. Teriakan kesakitan memenuhi kastil yang bergema, musuh-musuh itu seperti zombie yang menderita.


Shigure dan Mito berusaha menghindari pasukan Hyakuya yang masih berusaha menyerang mereka putus asa. Sementara itu Guren mencoba mengamati kejadian aneh yang dihadapinya saat ini.


"S-sebenarnya mereka ini apa?" Mito mencoba membuka suara di antara teriakan-teriakan itu, tangan dan kakinya tidak pernah berhenti menghalau pasukan Hyakuya yang mencoba mendekatinya.


"Guren-sama, orang-orang ini terus berteriak dan beberapa dari mereka mengeluarkan api… tapi, mereka juga tidak berhenti menyerang. Wajah mereka tiba-tiba terlalu pucat seperti zombie. Dan cahaya ultraviolet ini…" Tak jauh dari Mito, Shigure ikut menimpali.


"Ini seperti kejadian di Shinjuku…"


Guren mengamati pasukan Hyakuya itu lamat-lamat. Ruangan gelap yang tiba-tiba menjadi terang dengan lampu ultraviolet, wajah pasukan yang pucat seperti zombie, teriakan kesakitan setelah lampu menyoroti mereka, api tiba-tiba muncul khususnya pada beberapa orang yang telah terluka.


"Shigure dan Mito, kalian tetap habisi pasukan Hyakuya itu tapi kali ini jaga jarak kalian dan jangan sampai terkena darah mereka!"


"Baik!"


Guren ingat ketika kejadian orang terbakar di Stasiun Shinjuku waktu itu, sebelumnya di telapak tangan korban terdapat bercak seperti darah yang kemudian menciptakan api ketika terkena sinar matahari dan merambat membakar tubuh korban secara cepat.


Jika dugaan Guren benar...


"Sepertinya darah itu yang memunculkan api dari tubuh mereka, dan pemicu darah itu bereaksi adalah cahaya ultraviolet ini!"


Sungguh, apa yang sedang terjadi saat ini?


.




.


Di luar kastil, pasukan Shinya sedang mengejar bayangan yang dilihat oleh Goshi di antara rindangnya pepohonan hutan. Mereka sudah setengah jalan menyusuri hutan tetapi tidak menemukan bayangan yang mencurigakan tersebut. Sementara itu Sayuri yang sempat menoleh ke belakang untuk melihat kastil yang mereka tinggalkan, ia menangkap kejanggalan saat siluet bangunan yang semula gelap gulita itu kini tampak menyala seperti terbakar dengan asap kelabu yang membumbung di atasnya.


"Shinya-sama, kastilnya!"


Shinya yang mendengar seruan dari salah satu bawahan Guren itu kemudian ikut menoleh dan melebarkan matanya tatkala melihat kastil Hyakuya yang seketika tampak dipenuhi cahaya merah.


"Tidak mungkin…"


"Shinya-sama, apa yang harus kita lakukan sekarang?"


"Goshi-san, apa kau yakin kau melihat bayangan pergi ke arah hutan ini?" Tanya si surai putih kemudian.


Goshi yang sedari tadi menutup mulut akhirnya buka suara, "Ya, Shinya-sama. Saya bahkan mendengar langkah kakinya di antara pepohonan. Tetapi dia tiba-tiba menghilang begitu saja." Jawabnya dengan nada yakin.


Shinya terdiam mempertimbangkan sesuatu.


Apakah salah satu kejadian ini adalah pengalihan? Jika ini merupakan jebakan dari tuan Ferid untuk mengelabui pasukan Guren maka…


"Sayuri, Goshi, kita ubah rencana. Kalian berdua kembalilah ke kastil, aku yakin Guren dan yang lainnya sedang membutuhkan bantuan kalian. Sementara itu aku yang akan mengejar bayangan itu."


"T-tapi Shinya-sama akan sendirian di hutan ini, bagaimana kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?"


Sayuri merasa ragu terhadap perintah yang diberikan Shinya. Sementara gadis itu memperhatikan suasana hutan yang terlalu tenang hampir terasa janggal. Kapan pun bahaya bisa mengintai secara tidak terduga.


Goshi menambahkan, "Lagipula kami harus menjaga anda."


Ketika putera angkat Hiiragi itu melihat raut kekhawatiran di wajah gadis Hanayori dan Goshi, Shinya pun menampilkan senyuman hangatnya. Ia melangkah mendekati Sayuri dan Goshi yang berdiri tak jauh di hadapannya.


Shinya menepuk pundak Sayuri, "Aku berjanji, aku akan baik-baik saja."


Pemuda Hiiragi itu kemudian beralih meyakinkan Goshi. "Kau mungkin juga baru mengenalku, Goshi-san. Tapi bagaimanapun aku pun adalah seorang Hiiragi, aku sudah menguasai teknik bertarung dan bisa menjaga diriku sendiri."


Walau dielak seperti apa pun, pada akhirnya Sayuri dan Goshi luluh dan menuruti keinginan Shinya untuk memisahkan diri. Dengan begitu, Sayuri dan Goshi berbalik arah menuju tempat di mana Guren dan anggota timnya yang lain tengah terjebak api di dalam kastil Hyakuya. Sementara itu Shinya tetap melanjutkan perjalanannya menyusuri hutan yang gelap gulita untuk mencari tahu sosok bayangan yang bersembunyi di antara rindangnya pepohonan.


Setelah memastikan bahwa Goshi dan Sayuri telah kembali menemui Guren dan sama sekali tidak mengikutinya, Shinya segera mempercepat langkahnya mencari keberadaan Ferid seorang diri, yang ia yakini pasti sedang bersembunyi di dalam hutan tersebut.


"Aku tahu kau ada di sini tuan Ferid. Aku sedang sendirian di hutan ini, kau boleh muncul di hadapanku sekarang."


Seakan tahu bahwa Ferid sedang mengawasinya di dalam gelap, si surai putih terus memanggil namanya tanpa ragu. Hingga pada akhirnya setelah berjalan cukup jauh, tibalah Shinya di sebuah danau yang terletak di hutan yang paling dalam.


Air danau tersebut tampak tenang, setenang suasana yang berada di sekelilingnya. Hanya ada suara hewan malam yang sesekali meruntuhkan kesunyian malam itu.  Cahaya rembulan penuh memantul di atas air danau yang bagaikan cermin. Dengan bantuan cahaya itulah akhirnya Shinya dapat melihat kehadiran pria lain yang sedang berdiri membelakanginya di pinggiran danau.


Shinya menghembuskan napas lega ketika tahu bahwa seseorang itu adalah Ferid, profesor yang selama ini ia cari.


"Akhirnya aku menemukanmu, tuan Ferid."


Rambut silver sebahu yang diikat ekor kuda rendah, kacamata bulat yang menutupi iris crimson, dan perawakan yang cukup tinggi dengan senyuman yang terlihat samar. Ferid Bathory memutar tubuhnya agar dapat dilihat Shinya sepenuhnya.


"Maafkan aku Shinya, karena terlalu lama menemuimu."


Shinya tentu membalas senyuman pria yang sudah ia anggap seperti pamannya sendiri itu. Pemuda salju menggeleng atas perkataan yang pertama kali diucapkan Ferid setelah sekian lamanya mereka tidak bertemu.


"Tidak, usahaku untuk menunggu akhirnya menemukan hasil. Setidaknya saat ini kau sudah berdiri di depanku dan aku merasa lega."


Terlalu melegakan hingga Shinya hampir menangis. Meskipun situasinya menjadi agak kacau karena pertemuannya dengan Guren dan Kureto, asalkan ia bisa kembali bersama Ferid dan Ichinose Sakae, maka ia hanya harus menyusun ulang semua rencananya secara rapi dan tersembunyi untuk membawa Mahiru tanpa harus melibatkan Guren ataupun berhadapan dengan Kureto dan Sekte Hyakuya. Ia hanya harus menghilang dari hadapan mereka semua.


"Jadi bagaimana kalau kita pergi sekarang tuan Ferid? Sebentar lagi Guren dan yang lainnya pasti akan menyusulku dan aku ingin segera bertemu dengan tuan Sakae. Bagaimana kabarnya, apa dia baik-baik saja? Aku belum sempat–"


"Ichinose Sakae sudah tidak ada di dunia ini lagi."


"A-apa?"


"Dia… Sakae-san sudah meninggal setelah terkena tembakan itu."


Ferid berujar sambil menundukkan kepalanya, tidak mau melihat tampang Shinya yang terkejut sedih di depannya. Ia tahu anak itu pasti tidak akan langsung percaya dengan ucapannya, meskipun Shinya sendiri telah melihat dan mendengar pasukan Hyakuya menembaki Sakae secara beruntun.


Dan benar saja, kini Shinya hanya bisa mematung dan tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini semua bohong kan?


"Apa yang kau bicarakan tuan Ferid? Bukankah kita akan bertemu setelah 2 minggu berpisah… kenapa kau malah bilang kalau tuan Sakae telah…"


Shinya tidak mampu melanjutkan kata-katanya, bibirnya bergetar hanya dengan memikirkan kenyataan pahit tersebut. Tidak dirasa air mata sudah menganak-sungai membanjiri pipinya.


"....."


"A-aku akan percaya jika kau mau membawaku ke pemakamannya, tuan Feri–"


"Aku tidak bisa membawamu bersamaku Shinya."


Belum selesai dari keterkejutannya akan kematian Ichinose Sakae, ketika Shinya hendak melangkahkan kakinya mendekati tempat di mana Ferid berdiri, pria bersurai panjang itu kini mengeluarkan pedang dari sarungnya dan mengarahkan senjata tersebut tepat sejengkal sebelum menyentuh leher Shinya.


"Tuan Ferid?!"


"Daripada itu, Shinya, bertarunglah denganku. Lawan aku."


"Kenapa?"


"Bertarunglah Shinya, keluarkan bayonetmu karena aku akan terus menyerangmu hingga kau terpojok."


DUAGHHH


Seperti apa yang telah dikatakannya, Ferid yang lebih dulu menghapus jarak dan memulai serangannya kepada Shinya dengan menendang perut anak itu hingga tersungkur ke belakang.


Apa-apaan ini? Mengapa Ferid menyerangnya secara tiba-tiba? Bukankah mereka selama ini adalah rekan?


Shinya berusaha bangkit sambil memegangi perutnya yang terasa nyeri akibat tendangan Ferid. Ia yang masih dibuat bingung dengan situasi yang kini memojokkannya pun hanya bisa pasrah dan mengikuti alur yang sedang dibuat oleh profesor tersebut.


Apa yang sedang dipikirkan tuan Ferid?


Memikirkan kebingungan ini hanya akan membuatnya semakin terpojok karena saat ini Ferid kembali mendekati Shinya, bersiap untuk melukai pemuda Hiiragi itu dengan pedangnya. Tetapi kali ini usahanya dihalau Shinya, pedang Ferid berhasil dilemparkan menjauh oleh tepisan bayonet si surai putih.


Kini giliran Shinya yang berusaha menyerang Ferid dengan kedua tangannya. Pukulan dan tendangan saling beradu di antara keduanya. Jujur, ia tidak bisa dengan serius melukai tubuh pria itu karena Shinya masih belum memahami situasi yang terjadi saat ini.


Apakah Ferid benar-benar mengkhianatinya? Dipikir bagaimanapun pria itu tidak mungkin memanfaatkannya karena di pihak Ferid sendiri, ia tidak memiliki alibi yang menguntungkan baginya, malahan Shinya pernah mendengar pria itu berkata kalau dirinya sangat ingin membasmi virus vampir hingga ke akarnya.


"Ada apa ini tuan Ferid, kenapa kau menyerangku? Ini semua tidak lucu jika disebut sebuah candaan!" Shinya berteriak lantang di tengah pertarungannya.


"Tentu aku sedang tidak bercanda Shinya, cukup ikuti saja perintahku. Kita telah kehabisan waktu."


"Setidaknya jelaskan agar aku bisa mengerti…"


"Apa kau masih percaya padaku? Kalau iya maka teruslah serang aku dengan senjatamu itu. Sebagai gantinya aku akan memberitahumu di mana tempat peristirahatan Sakae-san."


Ucapan tersebut cukup untuk membuat Shinya marah dan kembali menodongkan senjatanya di hadapan Ferid. Kali ini cukup mengenai sasaran karena pisau bayonet miliknya seketika menggores pipi lelaki dengan iris semerah mawar.


Perkelahian tersebut bisa dikatakan seimbang dan tidak seimbang karena di sisi Ferid, ia cukup handal dalam pertarungan jarak dekat tetapi pedangnya telah jatuh sedari awal. Sedangkan Shinya, walaupun ia memiliki bayonet, tetapi pemuda itu adalah petarung jarak jauh. Mengingat tubuhnya yang mudah lelah dan jarak tempur pun membuat Shinya kesulitan.


"Hah.. hah.. hah.."


Napas pemuda Hiiragi memburu di tengah pertarungan. Meskipun Ferid telah terkena goresan di pipinya dan berbagai pukulan, pria itu sama sekali tidak terlihat kewalahan dan capai seperti yang sedang Shinya rasakan saat ini.


"Kau akhirnya menuruti perintahku. Apa kau bisa menembakku dengan senapan itu?"


"Huh huh… Kau tahu jarak ini tidak menguntungkanku, tuan Ferid."


Dari semua kejadian beruntun yang dialaminya, Shinya menyesalkan mengapa tubuhnya harus melemah secepat ini? Dia masih ingin bertarung di garis depan, dia tidak ingin menjadi beban bagi siapa pun.


Kepercayaan, sesuatu yang selalu dicari Shinya, sesuatu yang selama ini ia sandarkan pada Sakae, sesuatu yang selalu diutarakannya kepada Guren, dan kini ditanyakan oleh Ferid. Sebenarnya apa itu?


Shinya mengendurkan benteng pertahanannya, kepalanya menunduk jatuh menatap tanah lembab yang saat ini dipijaknya.


"Sejujurnya aku pun… tidak mampu melukaimu, tuan Ferid."


"Aku tahu, karena kau sangat naif." Ferid tersenyum sendu.


Tidak disangka, karena celah yang diperlihatkan oleh Shinya itulah Ferid mengambil kesempatan untuk menyergap tubuh Shinya dan menguncinya dari belakang. Si surai salju tentu saja tidak bisa bergerak karena saat ini kedua pergelangan tangannya telah ditekan erat ke punggungnya oleh kekuatan macam kuda milik Ferid.


Di tengah kunciannya itu Ferid berujar lirih di telinga Shinya.


"Untuk saat ini tetaplah tinggal bersama Guren, Shinya. Karena hanya itu tempat yang paling aman untukmu. Datanglah ke taman bermain tempatmu bekerja satu minggu lagi pada saat petang, aku akan jelaskan semuanya di sana."


"Kenapa?" Lagi-lagi Shinya melontarkan pertanyaan yang sama.


Ferid mengarahkan pandangannya lurus ke depan, raut wajahnya tidak terbaca.


"Pangeran berkuda putih telah datang."


.




.


Goshi dan Sayuri berhasil datang tepat waktu di tempat tim Guren berada saat ini. Kastil yang tadinya gelap dan sepi tanpa penghuni kini tampak menyala-nyala karena api yang membakar bangunan tidak kunjung padam, di tambah lagi puluhan mayat yang tergeletak hangus terbakar menyisakan abu dan tubuh menghitam. Mereka semua bergelimpangan di dalam bangunan tersebut.


"Guren-sama apakah anda baik-baik saja?!"


Sayuri segera berlarian mencari Guren di dalam kastil tidak peduli panas yang merambat dan puing-puing bangunan yang berjatuhan. Sementara itu Goshi di depannya bertugas untuk menyingkirkan musuh yang ternyata masih berdatangan silih berganti.


"Guren-sama! Yuki-chan, Mito-san!"


Guren yang mendengar teriakan Sayuri lantas menoleh untuk melihat keberadaan pelayannya itu. Ia menghela napas lega karena dengan adanya tim Shinya yang notabene dari luar, ia dan timnya dapat keluar dari bangunan yang sudah terbakar ini karena sejak tadi timnya kesusahan dalam mencari jalan keluar, ditambah dengan musuh seperti zombie yang tidak  kunjung ada habisnya.


"Waktu yang tepat. Shinya, Goshi, dan Sayuri tolong tunjukkan jalan keluarnya. Kita harus segera menyelamatkan diri dari tempat ini."


"Lewat sini!"


Dengan arahan dari Goshi dan Sayuri, mereka berlima akhirnya dapat meloloskan diri dari kastil Hyakuya. Meskipun demikian, musuh-musuh yang tubuhnya setengah terbakar masih terus bermunculan seperti tidak ada habisnya. Mereka harus tetap mengerahkan pukulan dan tebasan dari senjata yang mereka bawa untuk mengalahkan musuh.


"Teman-teman jangan sampai terkena darah mereka, sepertinya darah orang-orang ini dapat memicu api muncul karena cahaya ultraviolet."


"Sungguh apa yang terjadi di sini?!" Goshi yang merupakan salah satu petarung jarak dekat agaknya kewalahan menghadapi musuh karena apa yang Guren katakan tentang darah musuh yang berbahaya.


Sementara itu Guren yang akhirnya menyadari ketidakhadiran Shinya pun terkejut karena ia tidak menemukan eksistensi Shinya di antara Goshi dan Sayuri.


"Sayuri, di mana Shinya?!"


"Maafkan kami Guren-sama, Shinya-sama mengajukan dirinya untuk pergi mencari Ferid Bathory di hutan sendirian."


"APA?! Bukankah kalian tahu kalau Shinya adalah salah satu orang yang diincar oleh Hyakuya?"


"Tapi Shinya-sama bilang dia akan baik-baik saja, jadi kami membiarkannya pergi." Goshi berusaha membela dirinya dan Sayuri.


"Dia belum pulih seutuhnya."


Baik Sayuri maupun Goshi hanya bisa menyesali perbuatan mereka karena telah luluh akan rayuan Shinya hingga akhirnya membuat anak itu berada dalam bahaya. Jika harus kembali lagi untuk mencari keberadaan Shinya, maka Goshi dan Sayuri siap untuk meninggalkan Guren dan yang lainnya. Akan tetapi melihat situasi yang juga genting pada saat ini…


Guren menghela napas, memahami apa yang ada di pikiran rekan-rekannya.


"Aku akan menyusul Shinya ke hutan, kalian cepat habisi musuh dan keluar dari kastil ini."


"Tapi…"


"Sepertinya Ferid tidak ada di kastil ini. Maaf harus meninggalkan kalian, kita harus kembali saat tengah malam bukan? Keselamatan kalian adalah hal yang paling penting. Aku akan menyusul setelah menemukan Shinya."


Guren dengan sengaja mengabaikan teman-temannya yang hendak mencegah kepergiannya. Dia tidak boleh membuang-buang waktu, lagi-lagi Shinya berada dalam bahaya dan ia harus segera menemukan anak itu secepatnya.


Tidak dipungkiri bahwa saat ini yang ada di pikirannya hanyalah Shinya. Anak itu adalah kunci dari semua konflik kerajaan. Untuk seseorang yang masih belia dan tampak tidak berdosa… Sebenarnya apa yang dibawa Shinya sampai-sampai banyak orang yang ingin menggenggam nyawanya?


"Selama aku masih bernapas di sampingmu, kau mungkin akan selalu berada dalam bahaya."


Tiba-tiba saja ingatan sosok Shinya yang kebasahan di tengah hujan muncul di kepalanya, kelereng biru yang berkilauan seperti menghipnotisnya kala itu.


"Dasar bodoh. Jika kau tidak nekat begini, tentu aku tidak akan berada dalam bahaya!"


Guren menggertakkan giginya sambil terus mempercepat langkah kakinya di dalam hutan yang sunyi tersebut.


.


.


"Pangeran berkuda putih telah datang."


"MENYINGKIRLAH DARI SHINYA!!"


Tepat setelah Ferid mengatakan kata-kata tersebut, Guren muncul dari balik pepohonan yang ada di hadapannya dan Shinya. Air mukanya tampak penuh dengan amarah, dalam sekejap pemuda itu langsung mengayunkan pedangnya mengincar tubuh Ferid yang menjadikan Shinya sebagai tamengnya. Akan tetapi refleks Ferid terlalu bagus sehingga pria itu dapat menghindari serangan Guren dengan melompat ke tepi danau.


Shinya yang masih berada dalam kurungan Ferid tidak mampu berbuat banyak. Otaknya terus berputar mempertimbangkan tindakan yang tepat yang harus dilakukannya saat ini. Mengingat Ferid yang semula berkata bahwa ia tidak akan membawa Shinya pergi bersamanya, mustahil pria itu akan menjadikannya sandera dan membawanya kabur dari Guren. Shinya pikir, baik itu dia harus berusaha melawan ataupun tidak dengan kuncian Ferid saat ini, rasanya kedua hal tersebut sama-sama tidak akan berpengaruh baik untuknya. Shinya masih tidak memahami isi kepala Ferid yang saat ini tampak melebarkan seringainya menatap Guren.


"Karena Guren sudah datang maka semuanya sudah siap."


Tetapi entah kenapa instingnya mengatakan kalau Shinya tidak segera melepaskan diri dari Ferid, sesuatu yang lebih buruk akan terjadi. Maka dari itu dengan sisa kekuatan yang ada, ia berusaha melepaskan dirinya dari kungkungan pria tersebut.


"Jadi kau yang bernama Ferid Bathory. Kureto menginginkan aku membawamu hidup-hidup, tapi sepertinya itu tidak perlu. Lepaskan Shinya sekarang juga atau kutebas kau!"


Guren tidak mengendurkan kuda-kudanya sama sekali. Seperti ancaman yang diucapkannya, pemuda itu tampak siap untuk menebas Ferid Bathory kapanpun ia mampu. Sejujurnya, baru pertama kali Shinya melihat ekspresi Guren yang tidak ada bedanya dengan hewan buas seperti saat ini.


"Hei hei, jangan marah begitu dong tuan muda Ichinose. Bukankah seharusnya kau berterima kasih kepadaku? Berkatku kini kau tahu bahwa Mikado No Oni dan Sekte Hyakuya mempunyai senjata berbahaya yang bisa mereka gunakan untuk berperang."


"Kalian semua memang busuk."


"Ya ya aku sudah tahu itu. Tapi ada satu hal lagi yang ingin aku tunjukkan padamu, Guren-kun."


Ferid menghentak Shinya ke belakang, semakin mendekati air danau. Seketika tangannya mengacungkan pistol yang entah sejak kapan dikeluarkannya. Shinya pikir Ferid tidak membawa senjata lain selain pedang, pun bayonet miliknya sudah tergeletak jauh di tanah. Ferid kini mengarahkan senjata itu tepat di dekat kepala si surai salju.


"APA YANG KAU LAKUKAN?!"


"Tuan… Ferid…?"


Guren ingin sekali berlari  menepis senjata itu dan menghancurkan Ferid, akan tetapi kehendaknya dicegah oleh perkataan yang keluar dari mulut pria berambut silver tersebut.


"Jangan bergerak atau aku tembak Shinya kesayanganmu ini."


"Jangan sentuh Shinya…" Guren mendesis, tetapi pergerakannya berhasil ditahan oleh ancaman Ferid.


"Oho, ternyata benar? Shinya-chan, sudah berapa lama kau bersama tuan muda Ichinose sehingga dia posesif seperti ini?"


"Apa yang kau inginkan tuan Ferid?" Kini Shinya semakin yakin bahwa kejadian buruk akan segera menimpanya.


"Apakah ia akan marah jika aku memperlakukanmu seperti ini?"


BUGHHH


"Ahkkk"


Masih dengan pistol yang kapan saja bisa ditembakkan ke kepala Shinya, Ferid kemudian membanting tubuh pemuda itu hingga jatuh ke tanah. Pertahanannya sama sekali tidak melemah. Shinya yang memang sudah kehabisan tenaga tidak mampu berbuat apa-apa. Sementara itu Guren hanya bisa menyaksikannya dengan gigi yang semakin bergemeretak. Pria bernama Ferid ini tidak bisa ditebak isi pikirannya, apakah ia benar-benar akan menembak Shinya jika dia melangkahkan kakinya walau sejengkal? Guren dihadapkan pada pilihan yang sulit.


Apa yang sedang ia rencanakan?


Ferid masih dengan sandiwaranya yang sempurna. Mukanya tidak sedikitpun terlihat ragu atas apa yang telah ia lakukan pada Shinya. Meskipun begitu, pria itu sama sekali tidak mendengarkan kata-kata si surai putih atau bahkan sekedar menatapnya.


Kini Ferid diam-diam mengeluarkan sesuatu dari kantung bajunya. Sebuah jarum suntik dengan cairan misterius yang kemudian didekatkan pada leher Shinya.


"Aku akan memberi tahu satu lagi rahasia kerajaan Mikado No Oni dan Sekte Hyakuya padamu, Guren-kun."


Air mata Shinya yang sempat mengering kini kembali jatuh tatkala ujung jarum itu menyentuh kulit lehernya.


Kenapa semuanya jadi seperti ini?


Kali ini Ferid akhirnya mau menatap Shinya. Ekspresi pria itu akhirnya dapat ditangkap oleh penglihatan Shinya walaupun sangat singkat, sebuah raut wajah yang teramat sedih.


"Tuan Ferid…"


"Maaf."


"Jangan sentuh Shin–"


Guren yang sudah tidak tahan pun berlari menuju tempat Ferid berada, tidak mempedulikan lagi eksistensi senjata api yang masih bertengger tepat di kepala Shinya. Akan tetapi pergerakan yang dilakukannya sudah terlambat. Bersamaan dengan Guren yang menodongkan katananya, Ferid berhasil menancapkan jarum suntik yang dipegangnya ke tengkuk Shinya.


"Nghkkk"


"SHINYA!!"


Cairan merah dipaksa masuk ke dalam tubuh Shinya, setelahnya Ferid mendorong tubuh yang sudah tidak berdaya tersebut hingga jatuh ke dalam danau yang ada di belakang mereka.


Sementara itu bagaikan kilat, Guren dan katananya berusaha menebas Ferid dalam sekali serangan. Akan tetapi pedang pemuda Ichinose hanya mengenai lengan Ferid sehingga menjatuhkan pistolnya. Pria crimson berhasil lari dengan luka gores yang cukup panjang di salah satu lengannya. Pria itu cukup cerdik, dengan menceburkan Shinya ke dalam danau, perhatian Guren langsung tertuju untuk menyelamatkan pemuda tersebut daripada mengejarnya.


Si raven yang dilanda panik segera melepaskan seragam atasannya dan menceburkan diri ke dalam danau untuk menyelamatkan Shinya.


Seperti apa yang diduganya, Shinya hampir tenggelam jatuh ke dasar danau kalau saja Guren tidak segera meraih pinggang ringkih itu. Dengan beban berat yang tidak bergerak tersebut, si raven berhasil menarik diri menuju permukaan danau. Shinya yang mulai kehilangan kesadaran pun terpaksa harus dipapah dan dibaringkan ke tanah tidak jauh dari danau.


"Oi bertahanlah!"


Guren berulang kali menepuk-nepuk pipi Shinya untuk memastikan kesadarannya tetap ada. Sedetik kemudian air danau yang sempat tertelan oleh si surai putih pun dimuntahkan keluar dari mulutnya.


"Uhuk uhuk."


Tidak banyak pergerakan yang dilakukan Shinya.


Mereka berdua terjebak dalam hutan dengan pakaian yang sudah kebasahan. Sepertinya Guren harus menunggu Shinya pulih terlebih dahulu untuk pulang ke Mikado No Tsuki.


"Kau sangat bodoh. Pergi sendirian untuk mencari Ferid, apa yang ingin kau tuju?"


Akhirnya Guren pun dapat sepenuhnya menatap sosok Shinya yang masih terbaring lemah di depannya. Di bawah cahaya rembulan, kulit Shinya tampak terlihat semakin pucat. Surai putihnya yang memanjang menutupi hampir sebagian wajahnya, iris biru kembali bersembunyi. Entah kenapa, bocah di hadapannya ini tampak seperti ilusi dan tidak nyata jika saja Guren tidak melihat dadanya yang naik turun ketika bernapas. Dan mulutnya yang setengah terbuka itu…


Tunggu dulu,


"G-Guren.. huh.."


Jika diperhatikan secara jelas, napas Shinya tidak beraturan dan tampak lebih cepat dari biasanya.


"Huh.. tubuhku… d-dingin."


Rahang Guren mengeras. Ketika ia menyentuh pipi Shinya, kulit itu terasa sangat dingin bagaikan es. Suhu tubuhnya menurun secara drastis.


"Aku akan memberi tahu satu lagi rahasia kerajaan Mikado No Oni dan Sekte Hyakuya padamu, Guren-kun."


Seketika pemuda ravenette mengingat cairan merah misterius yang disuntikkan Ferid ke dalam tengkuk Shinya. Dia pun cepat-cepat meraih tubuh Shinya untuk bersandar di dadanya, tangan besar itu segera meraih pakaian si putih salju yang masih melekat di tubuhnya.


Shinya dengan kesadaran yang sudah kacau karena demam tinggi, masih sempat menangkap jari-jari yang berusaha melepas satu persatu kancing pakaian yang dikenakannya.


"K-Kau mau apa?"


"Diamlah! Aku ingin memastikan sesuatu. Dan juga, demammu semakin parah karena memakai pakaian basah ini!"


"J-Jangan.. uh Guren… jika kau m-melihat tubuhku… tubuhku…"


Guren tidak mendengarkan racauan Shinya dan tetap berfokus untuk melepaskan pakaian pemuda Hiiragi dari tubuhnya. Ketika kain basah itu berhasil ditanggalkan, betapa terkejutnya si raven saat melihat ukiran seperti tato yang merambat dari tengkuk hingga pinggang Shinya. Guratan itu bukan hanya memenuhi tubuh bagian belakang si silverette, tetapi warnanya pun merah menyala seperti terbakar. Pemandangan tersebut membuat Guren bertanya-tanya, mengapa Shinya harus melalui semua ini?


Seketika saja amarah berkumpul di kepalan tangannya.


"Mereka semua…"


"G-Guren."


Tanpa disadari, kali ini Shinya mencengkeram erat kemeja putih yang dikenakan oleh Guren. Tubuhnya semakin merapatkan diri mencari kehangatan, rasa dingin di setiap selnya seperti membunuhnya secara perlahan.


"D-dingin… sesak sekali."


Gigi Shinya saling bergemeretak menggigil, air mata mulai menganak sungai di pipinya.


"O-oi!"


Guren yang dilanda panik berkepanjangan pun tidak bisa berbuat banyak. Melihat kondisi Shinya yang sangat parah seperti ini, tidak ada waktu yang cukup baginya untuk menyalakan api unggun sedangkan si putih salju amat kesakitan. Maka satu-satunya pertolongan pertama yang paling mudah dilakukannya untuk meredakan rasa dingin Shinya sekarang adalah dengan ikut melepaskan kemejanya dan menyalurkan panas tubuhnya pada si silverette. Sisa seragam kering yang tidak ikut tercebur ke danau ia gunakan untuk menutupi punggung Shinya, yang kini hampir sepenuhnya telanjang.


Sekarang bukan saatnya meninggikan egomu, Guren.


Tubuh Shinya lantas dipeluknya erat. Jemari Guren lalu menyibak poni yang selama ini menutupi wajah si putih salju. Ia mendapati alis ashen itu berkerut menahan sakit dengan mata yang tertutup rapat. Tubuhnya masih bergetar kedinginan, bibir yang mengatup itu semakin terlihat pucat.


Guren menggigit bibir bawahnya.


Menyalurkan panas tubuhnya kepada Shinya saja tidak cukup. Guren hampir merasa putus asa ketika ide gila tiba-tiba terlintas di pikirannya.


Ia kembali menatap sosok Shinya dengan keraguan yang merambati hatinya, ibu jari Guren kini mengusap sisa air mata yang hampir mengering di pipi Shinya. Wajahnya kemudian mendekati si silverette, perlahan-lahan hingga hidung mancung itu saling bersentuhan.


Guren untuk beberapa alasan yang tidak ia pahami, menelan ludahnya.


Kau tidak boleh mati di sini, bodoh!


Si raven meyakinkan dirinya sendiri, apa yang akan dilakukannya saat ini semata-mata demi kebaikan Shinya dan kerajaan. Tidak lebih.


Maka dengan keyakinannya tersebut, ia pun menempelkan bibirnya ke bibir Shinya yang masih terkatup. Mulut Guren tidak bergerak dari posisi tersebut selama 5 detik, sebelum akhirnya ia pun melepaskan sentuhan mereka dan beralih menjilat tepi bibir Shinya yang mengering.


Bibir yang semula tertutup rapat itu akhirnya sedikit terbuka karena sentuhan yang diberikan si raven. Dan pemuda Ichinose tidak menyia-nyiakannya, jilatan itu kini berganti menjadi lumatan lembut pada bibir Shinya.


Meskipun kesadarannya sudah berada di awang-awang, tubuh Shinya masih bisa bergerak ketika Guren mencium bibirnya. Tangannya meraba-raba lengan Guren, mencari pegangan. Reflek, pemuda Ichinose pun dengan lembut mengalungkan lengan Shinya pada lehernya.


Kini satu lengan kekar Guren melingkar di pinggang Shinya, sedangkan yang satunya menangkup rahang si surai salju. Wajahnya dimiringkan ketika mencari posisi yang tepat untuk menelusuri bibir kenyal itu.


Si raven secara bertahap melumat bibir yang kini kembali memunculkan rona merahnya dengan lembut tapi pasti, dengan penuh kehati-hatian memastikan kalau Shinya mendapatkan kehangatan dari ciuman mereka. Entah karena efek ciuman yang membuat pikirannya kacau, bahkan Guren tidak segan untuk memasukkan lidahnya ke mulut pemuda Hiiragi, mengabsen satu persatu bagian dalamnya.


Yah… ide ini memang gila, tapi setidaknya Guren tahu bahwa berciuman dapat menaikkan (walaupun sedikit) suhu tubuh mereka. Dan Guren mengutuk dirinya sendiri ketika menyadari, dari sekian banyak hal yang melintas di otaknya, mengapa ia harus terpaku pada pemikiran bahwa bibir Shinya terasa manis dan… adiktif.


Tengah malam yang seharusnya dingin kini terasa panas, pelipis Shinya akhirnya mengeluarkan keringat. Apakah Guren harus senang? Karena pada kenyataannya Shinya tidak benar-benar pingsan dan entah sejak kapan ia membalas ciumannya. Bibir itu ikut berlomba mengejar ritme ciuman Guren walaupun sangat lemah, dan itu hanya membuat pemuda Ichinose semakin frustrasi.


Guren memutuskan untuk menghentikan ciuman mereka setelah memastikan kalau tubuh Shinya sudah berhenti menggigil. Ketika ia mencuri tatap pada rupa seseorang dalam pangkuannya ini, ternyata dia sudah membuka matanya. Pandangannya sayu, kesadaran belum sepenuhnya pulih. Tetapi iris biru itu kemudian menatap sosok Guren. Tangannya yang kini bebas, dengan lemah menyentuh pipi Guren sekilas, "Guren…" sebelum akhirnya kembali jatuh.


Shinya bergumam pelan seraya matanya yang perlahan kembali menutup, "Maaf."


Guren sempat terpaku untuk beberapa saat, memandangi Shinya yang kini tertidur pulas di dadanya. Dia pun akhirnya memutuskan untuk mendekap Shinya, menyandarkan dagunya di atas kepala dengan helaian seputih kapas.


Menghela napas panjang.


"Aku bisa gila."


.


※ Chapter 06:  Frozen in Your Arms※


.




Kill me. ㅠ.ㅠ

Halo mina, masih adakah yang baca Owaranai Suffering?

Gomen nasai karena udah ngilang lama. Jika berkenan, silakan kasih kesan dan pesan kalian pada cerita ini buat pil semangat ya~ ^^


I try to finish this fiction but not in a rush time.

Comments

  1. udah 2 tahunan gk apdet kan? tau sih telat bgt tapi masih ngarep cerita ini bisa di update... huhuhu gk pernah nemu cerita sebagus ini, apalagi gureshin 😭😭

    ReplyDelete
  2. AYOOO UPDATEEEE THOR😭 GURESHIN LANJUTIN IHHH GEMES

    ReplyDelete
  3. Plissss lanjutin😭🙏🏻

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

List Rekomendasi Anime Yaoi, Shounen Ai, BL 2021

List Anime Yaoi, Shounen Ai-BL 2020